Hai
Hai
Hari menjelang malam. Acara puncak dari kegiatan pensi—pentas seni—yang ditunggu-tunggu para penonton akhirnya tiba, yaitu penampilan dari beberapa artis ternama yang diundang khusus untuk memeriahkan malam minggu bertabur rindu ini.
Seperti janji Devian kepada Gio yang mengajaknya untuk menonton acara puncak itu bersama. Mereka bertemu di ruang osis, lalu pergi bersama dengan panitia yang lainnya ke bagian paling belakang sisi penonton. Karna hanya itu tempat yang tersisa, lainnya sudah penuh terisi.
Gio mengambil posisi tepat di sebelah kanan Devian. Menolehkan kepalanya sebentar ke arah Devian. Menatapnya dalam beberapa detik sambil memunculkan senyuman manis berlesung pipi dari wajahnya, lalu balik memusatkan pandangannya ke arah panggung. Devian mengetahuinya, tapi ia mengacuhkannya.
Suara pukulan alunan drum mulai menggema sesisi arena sekitar panggung. Sheila On 7 menjadi bintang tamu pertama pada jam 7 malam ini. Mereka menyanyikan “Hariku Bersamanya” sebagai lagu pembuka. Antusias para penonton dalam mengikuti irama dan lirik lagu yang didampingi oleh sang vokalis mulai mengisi kebisingan yang berirama. Para panitia juga tidak kalah heboh bernyanyi dengan lantang dan sedikit teriak. Apalagi Haikal, entah kenapa energi anak itu banyak sekali dan tidak pernah terlihat habis.
Dilanjutkan dengan lagu kebanggaan anak Tahun 2000-an, yaitu “Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki”.
“Lagu favorit gw, oh my god” Antusias Devian
“Ini lagu favorit lu?” Tanya gio
“Iya. Seneng banget gw bisa liat langsung mereka nyanyi”
“Berarti gw ga salah milih” Jawab Gio lega.
Devian tak mengerti apa yang dimaksud Gio. Maka dari itu Devian hanya tersenyum dan tidak menjawabnya lagi.
Play the song from this
Melihat tawamu Mendengar senandungmu Terlihat jelas di mataku Warna-warna indahmu
Menatap langkahmu Meratapi kisah hidupmu Terlihat jelas bahwa hatimu Anugerah terindah yang pernah kumiliki
Woooo...ohhhh....ohhhhh
Sifatmu nan slalu Redakan ambisiku Tepikan khilafku Dari bunga yang layu
Saat kau disisiku Kembali dunia ceria Tegaskan bahwa kamu Anugerah terindah yang pernah kumiliki
Woooo...ohhhh....ohhhhh Woooo...ohhhh....ohhhhh
Belai lembut jarimu Sejuk tatap wajahmu Hangat peluk janjimu Belai lembut jarimu Sejuk tatap wajahmu Hangat peluk janjimu Anugerah terindah yang pernah kumiliki
Lagu kedua selesai dengan tepuk tangan meriah dari para penonton. Mereka merasa puas dengan lagu yang dibawakan oleh Sheila On 7 di malam minggu ini.
“Sebelum lanjut ke lagu berikutnya, kita punya pesan penting” Ucap sang vokalis
“Ada pesan dari salah satu panitia, buat panitia yang lain. Oke, gw baca ya”
Para panitia mulai heboh menerka-nerka. Penasaran dengan siapa dalang dibalik pembuat pesan ini.
“Teruntuk kamu, yang semoga jadi punyaku. Aku bawakan lagu ini untukmu, semoga kamu menyukainya. Would you be mine?”
“Tertanda, your physics olympiad partner”
Devian yang mendengar itu langsung menoleh ke arah Gio. Terlihat Gio sudah memerhatikannya sedari tadi sambil tersenyum, tetapi Devian tidak menyadari itu.
Para panitia dan penonton dari siswa SMA NEO City pasti sudah tau siapa oknum dibalik pesan itu dan untuk siapa pesan itu diarahkan.
Suara ricuh kata “terima” mulai diteriakkan beramai-ramai. Acara puncak terjeda sebentar, bahkan sang vokalis ikut tersenyum menikmati peristiwa langka yang dilaluinya ini.
“Diterima ga?” Tanya Gio memastikan.
Devian kehabisan kata-kata. Ia tidak tahu harus berkata apa. Mulutnya membisu. Jantungnya berdegup dengan cepat. Mukanya mulai memperlihatkan reaksi kemerahan, begitu juga telinganya.
“Haloo. Jangan muka aja yang merah. Pertanyaan akunya juga dibales dong” Ucap Gio mengejek sambil melambai-lambaikan tangannya di depan muka Devian.
“Iya” Jawab Devian malu-malu sambil menundukkan kepalanya.
“Apanya yang iya?” Tanya Gio menggoda.
“Iya itu, diterima”
“Oke, HE SAID YESSSSSSS” Teriak Gio menggema. Mengundang yang lainnya untuk bersorak gembira atas jadinya mereka berdua.
“Teruntuk kamu, si punyaku. I love you” Bisik Gio di telinga Devian.
Suasana ramai orang dan suara bising dari percakapan para peserta yang datang hari ini. Lumayan banyak peserta yang hadir dalam lomba ini, membuat Gio sedikit tidak percaya diri dengan kemampuannya.
“Are you nervous?” Tanya Devian setelah melihat raut muka Gio yang sudah dipenuhi oleh ketegangan.
“Dikit”
“Kan udah pernah ikutan lomba”
“Kimia, but not fisika. Olimpiade fisika tuh hal yang paling gw tunggu-tunggu banget selama belajar di SMA”
“Kenapa gitu?”
“Bapak gw pilot dan dia suka banget sama fisika. Waktu kecil dia selalu ngasih tau hal berbau fisika, walaupun gw ga tau itu apa dulu. Tapi pas kelas 10, dia hilang pergi sama pesawat kebanggaannya” Jawab Gio bercerita
“Pesawatnya hilang. Radar terakhir ga ditemuin ada dimana. Alhasil pencarian pun ga pernah selesai. Jadi, ya gitu. Makanya gw pengen banget bisa punya sertifikat fisika”
“Sorry, harusnya gw ga nanya”
“Haha it's okay. Emang gw yang mau cerita aja”
“Selamat pagi, kepada para peserta dimohon untuk masuk ke dalam ruangan yang sudah disediakan. Tidak diperkenankan membawa alat lain, selain alat tulis. Mohon untuk masuk segera”
Terdengar suara pemberitahuan bagi para peserta. Tanda perlombaan akan segera dimulai.
“Let's go. Don't be nervous. I'll bring that certificate just for you” Ucap Devian memberikan sedikit semangat untuk mengurangi ketegangan yang dimiliki Gio.
“Ga bisa janji, tapi ayo berjuang bareng” Lanjutnya
Mendengar perkataan semangat dari Devian, membuat percaya diri Gio pulih kembali. Senyuman mulai terukir di bibir Gio. Ketegangannya seketika menghilang. Mereka pun langsung masuk ke ruangan tempat perlombaan itu diadakan.
Suara gemuruh ombak, angin yang sibuk berhembus kesana-kemari dan sunset yang menemani mereka—Gio dan Devian di waktu sore menjelang malam di pantai indah milik pulau Bali. Duduk dibagian tengah pantai membuat mereka merasakan itu semua sambil memejamkan mata, menenangkan pikiran dan melepaskan beban sejenak. Memberitahu kalau saat ini dunia hanya milik dirimu seorang.
Tidak ada yang special dari kegiatan mereka dari pagi hingga sore menjelang malam. Mereka hanya menghabiskan waktu dengan memakan makanan khas Bali, melakukan diving, dan masih banyak lagi moment yang akan disimpan hanya untuk mereka berdua.
Walaupun sunyi kadang menyelimuti mereka, tapi dunia membuatnya seakan-akan mereka tidak sendiri. Makhluk hidup dan tak hidup ikut andil dalam membuat perjalanan mereka kali begitu sempurna. Begitu pun seseorang yang saat ini sedang bersama mereka.
“Gw mau cerita boleh ga?” Tanya Devian tiba-tiba ditengah kesunyian yang menimpa mereka.
“Boleh, cerita aja” Jawab Gio setuju
“When you told me if i'm tired or not. Yes i'm tired. You're right. Kaya semua hal yang gw lakuin disini itu sebenernya buat apa? Buat siapa? Dan kenapa pas gw udah bekerja setengah mati buat gapai itu. Kenapa mereka semua malah nurut lebih? Bukannya malah ngasih apresiasi? Seenggaknya bilang kalo gw udah melakukan yang terbaik. Ga bisa ya?”
Gio menoleh ke arah Devian. Terlihat di matanya memerah dan memunculkan sebutir air di ujung mata, sebelum hujan deras menyentuh pipinya.
“Mereka bahkan ngebuat gw takut buat main keluar, karna buang-buang waktu katanya. Gw jadi pendiam di kelas, ga punya temen cerita. Semua gw pendem sendiri. Bahkan mereka tuh ga pernah ada dan ga pernah mau tau. Kayaknya emang gw ga seharusnya ada disini haha” Lanjutnya sambil tertawa miris hampir menangis membqyangkan dirinya saat ini.
“Maaf ya, gw curhat se-deep ini”
“Need a hug? You can cry on me. Jangan ditahan, nanti tambah sakit. Lepasin aja”
“Boleh meluk bentar? Tutupin, mau nangis”
Tanpa menjawab, Gio membuka tangannya lebar-lebar. Sangat memperbolehkan Devian bersandar didirinya. Menampung air mata atas beban yang ditanggungnya. Devian memeluk Gio erat sambil menangis dengan derasnya. Baru kali ini Devian merasakan kehangatan dalam dirinya dan hidupnya.
“You always did a great job, jangan pernah nyerah. Okay? Harus janji” Penyemangat untuk Devian dari Gio
Devian mengangguk mendengar janji yang dibuat Gio kepadanya untuk jangan pernah menyerah. Devian merasa beruntung telah dipertemukan oleh Gio dari Olimpiade Fisikanya. Pertamanya memang sangat tidak sudi untuk bertegur sapa dengannya, tapi kali ini semuanya berbalik. Devian ingin Gio berada disisinya, seperti ini. Setiap saat. Semoga semesta memperbolehkan Devian untuk terus bersamanya.
Hari sudah mulai malam. Mereka masih tetap berada di lokasi yang sama. Tangisan Devian sudah lama terhenti. Hanya meninggalkan bekas sembab dimatanya.
“Pulang?” Tanya Gio
“Gw masih mau di Bali. Kalo lu mau pulang duluan gapapa. Nanti gw cari hotel deket sini”
“Gw temenin”
“Sorry” Ucap Gio berbisik sambil mendekatkan dirinya ke indra pendengar milik Devian. Matanya Gio asingkan ke ujung sudut ruangan, tak berani menatap Devian karna rasa bersalah dan malu atas peristiwa yang baru saja terjadi.
“Sorry for what?”
“Karna udah foto lu diem-diem trus gw masukin ke Twitter tanpa persetujuan lu. Karna gw salah akun jadi berdampak juga ke lu” Jelas Gio.
“About the rumor? It's okay. Nanti juga reda sendiri. Emang kadang suka gitu, mereka terbiasa sama cerita di wattpad. Jadi suka mandang ketua dan wakil ketuanya pasti ada apa-apa. Padahal niat kita cuma mau belajar. Semua emang ga bisa dipandang cuma dari satu perfektif aja, ya kan?”
“Iya, lu bener. Pikiran orang pinter emang beda”
“Biasa aja. Yaudah yuk lanjut belajar aja, yang tadi ga usah dipikirin”
“Oke”
Gio sedikit terharu dengan jawaban yang dituturkan oleh Devian. Bagaimana Devian tidak memfokuskan dirinya ke hal-hal yang menurutnya tidak penting. Benar katanya, nanti juga reda sendiri.
Suara sunyi menyelimuti mereka berdua—Khanza dan Ersya saat memasuki area dilarang bersuara itu. Aroma semerbak dari buku lama yang bertengger di setiap sisinya, meruak masuk ke indra penciuman mereka. Selain membaca bukunya, Khanza juga suka aromanya. Menghirupnya adalah salah satu aktivitas favoritnya. Karna setiap aroma yang dikeluarkan setiap buku, memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Tergantung seberapa lama buku itu sudah singgah di tempat itu.
Sembari menunggu jam menunjukkan pukul 5, Khanza menghampiri rak buku yang bertuliskan “Romance” diatasnya. Memilah setiap judul buku yang menarik perhatiannya.
“Kak, mau ngomong” Ucap Ersya sedikit berbisik
“Apa?”
“Garry ngajak jalan sekarang, hehe. Kakak aku tinggal gapapa ya?”
Khanza hanya mengangguk mengiyakan. Sudah jadi makanan sehari-hari jika tiba-tiba si Ersya minta balik karna mau jalan sama Garry, pacarnya. Memang sudah nasib menjadi orang berstatus “single” ditemani orang berstatus “taken”.
Setelah kepergian Ersya dan pengambilan buku dari rak tadi. Khanza memutuskan untuk duduk di dekat rak buku, tempat ia mendapatkan note itu kemarin. Supaya bisa memantau dari dekat jikalau orang itu benar-benar datang.
Saat sedang asyik membaca, sudut mata Khanza menangkap seorang pemuda tinggi sedang berdiam diri sambil memegang buku berisikan note yang ditulis Khanza kemarin. Tanpa menunggu lama, Khanza langsung menghampiri pemuda tinggi itu.
“Hai, suka baca buku itu juga?” Tanya Khanza basa-basi sebelum memasuki pertanyaan intinya.
“Iya, ini genre yang kamu suka kan?”
“Jadi kamu si E?”
“E for Erga, salam kenal ya”
“Iya, salam kenal juga. Aku Khanza”
“Nama cantik yang selalu aku lihat disetiap catatan peminjam buku”
Khanza yang mendengar hal itu hanya bisa diam membisu. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Mukanya mulai menunjukkan reaksi kemerahan, tersipu malu dengan ucapan seseorang yang baru ditemuinya tadi.
Karna tiada jawaban yang kunjung datang dari Khanza. Membuat suasana canggung mulai menyelimuti mereka. Tempat sunyi itu menjadi saksi bisu kecanggungan mereka.
“Eee....keluar mau?” Tanya Erga angkat bicara.
“Kemana?”
“See the stars from high above?”
Hati Khanza ragu. Ingin rasanya menolak dan meninggalkannya sendiri disini. Tapi Khanza tak enak hati untuk meninggalkannya. Jadi, ia memutuskan untuk berkata setuju.
“Boleh”
Khanza melihat senyuman manis mengembang di mulut Erga. Memperlihatkan dua lesung pipi disamping kanan kirinya.
“Ayo kita jalan, keburu malam nanti”
‐——————
Melihat pemandangan bintang dilangit dari atas gedung, tanpa adanya hujan dan awan. Disana lah Erga dan Khanza berada. Menikmati setiap detik pemandangan indah yang diberikan semesta kepada mereka.
“Boleh aku bertanya sesuatu?” Ucap Khanza membuka pembicaraan.
“Iya, silahkan”
“Kamu tau aku udah dari lama?”
“I know you from the start. Dari pertama kali kamu datang ke perpustakaan. Dari Pertama kali aku lihat kamu mengambil buku pertamamu dan duduk di bangku pertamamu. Semua berawal dari pertama”
“Tapi kenapa aku ga pernah lihat kamu?”
“Kamu terlalu fokus dengan buku didepanmu sampai melupakan sekitar. Itu alasan kenapa kamu tidak melihatku disana”
“Bener sih, kata adik aku juga begitu”
“Tapi aku suka muka serius kamu waktu baca, terlihat jelas muka bahagiamu disana. Kamu sangat suka baca buku ya?”
“Iya, rasanya kalau ga baca buku kaya ada yang kurang gitu”
“Begitu ya. Aku senang kamu melihat catatan dari aku kemarin. Aku sempat ragu kamu tidak akan memperdulikannya. Ternyata yang terjadi malah sebaliknya”
“Sebenarnya aku disuruh adikku. Katanya supaya bisa dapat pacar yang sefrekuensi. Haha”
“Mau mencobanya denganku? Aku tidak bisa jamin bagaimana kedepannya, tapi setidaknya kita sudah satu frekuensi. Bagaimana?”
“Oh iya. Aku lupa memberitahu, aku sudah jatuh cinta dari pertama kali kamu datang dihadapanku. Apa kamu mau jadi yang pertama juga buatku?” Lanjut Erga
“Can you give your hand?”
Walaupun Erga sempat bingung dengan pertanyaan yang dituturkan Khanza setelah menyatakan pengakuan cinta kepadanya. Tetapi, Erga tetap menuruti permintaan Khanza dengan menyodorkan satu tangan ke arahnya.
Khanza tersenyum manis. Matanya fokus melihat ke dua bola mata milik Erga. Diraihnya tangan Erga, lalu digenggamnya.
“Let's go, take to the new place. Just about me, about us and about our new LOVE”
Teruntuk kamu yang baca surat ini. Halo, my one and only Dhafin Khandza. Selamat atas hari bahagiamu, akhirnya datang juga. Hal yang udah kamu nanti, akhirnya ikut terkabul. Gimana rasanya? Bahagia kan? Pasti ya, kamu harus janji. Karna bahagia kamu, bahagia aku juga.
Kamu pasti mau tau kan alasan aku nulis ini? Iya aku pasti kasih tau ko. Tapi harus janji, kamu ga boleh nangis. Ya?
Aku punya penyakit Fin. Kanker Stadium Akhir. Maaf, karna aku ga pernah kasih tau ke kamu. Maaf, karna harus ngebiarin kamu bersama orang lain, bukan aku.
Aku cuma takut fin. Aku takut aku ninggalin kamu. Aku takut dunia ga berpihak sama kita berdua. Aku takut dan ga bisa ngeliat kamu nangis. Jadi aku mohon, setelah kamu baca ini. Kamu harus bahagia, sama dia ya?
Thanks for everything, you know i love you so much right?
Jaga diri baik-baik. Aku pamit pergi...
Love & always
Agam
Keramaian mulai memenuhi gedung pernikahan Galen & Dhafin. Para tamu yang datang mulai mengisi tempat duduk kosong berwarna putih berenda dikekelilingi bunga putih yang sudah disediakan. Makanan dan minuman sudah berjejer rapih di samping kiri ruangan.
Seperti pernikahan pada umumnya, terdapat panggung khusus untuk pengantin yang ditaruh ditengah ruangan sebagai penanda peran utama dari acara ini.
“Dhafin dimana bun?”
“Masih di dalem ruang rias. Mau ketemu?”
“Iya, aku kesana dulu ya”
Seorang pemuda tampan bersetelan jas itu pergi meninggalkan wanita paruh baya yang baru saja ditanya olehnya tadi untuk menemui si pemeran utama dari acara ini, yaitu Dhafin. Dia mulai memasuki ruangan rias seperti petunjuk yang diberikan wanita paruh baya itu.
“Hai, gimana masih nervous?” Tanya pemuda itu tiba-tiba.
Sang mempelai melonjak kaget dengan kehadiran pemuda itu.
“Astaga, ngetuk dulu bisa kali” Protesnya
“And yes, I'm still nervous” Lanjutnya
“Don't be nervous, everything's gonna be okay. Got it?”
Sang mempelai hanya mengangguk ragu. Tapi, dia tetap percaya dengan ucapan si pemuda itu.
“I've something for you. Jangan lupa dibaca pas pulang” Ucap sang pemuda sambil memberikan secarik surat putih buatannya.
Sang mempelai menerima dengan senang hati, lalu menaruhnya di tas miliknya.
“Let's go, bentar lagi mau mulai” ajak si pemuda
“Okay let's go”
Diraihnya lengan sang pemuda, digenggamnya erat. Berharap semua berjalan dengan baik-baik saja sesuai dengan perkataan si pemuda.
Mereka keluar dari ruangan rias itu menuju ke tempat acara utama diselenggarakan. Dimana tempat mereka akan mengikat janji se-hidup se-mati melalui ciuman sepasang insan baru dengan cincin yang menyertai kisah janji mereka.
Pintu gedung aula terbuka lebar, memperlihatkan satu insan cantik berdiri tegak ditengah didampingi pemuda yang bersamanya tadi. Mengantarnya sampai ke tengah ruangan, tempat mempelai lainnya berdiri menunggu kedatangannya.
Akhirnya, ikatan itu pun terikat. Janji suci mereka taruhkan didepan para pengamat. Sorak-sorai dan tepuk tangan memadati se-isi ruangan. Pengantin didepannya ini, sudah resmi menjadi pasangan se-hidup se-mati.
Ucapan selamat tiada hentinya didengar oleh kedua mempelai. Ucapan terimakasih tak lupa mereka berikan atas diterimanya doa dan restu dari semua yang hadir disini. Termasuk, sang pemuda.
“Selamat menempuh hidup baru buat kalian berdua. Galen, titip Dhafin ya. Jaga dia baik-baik” Ucap sang pemuda meminta.
“Pasti, cepet nyusul juga ya”
Sang pemuda hanya menjawab dengan senyuman pahit di mulutnya.
“For you Dhafin, be happy always. Aku pamit pulang duluan, soalnya ada urusan. Jangan lupa dibaca”
“Iya, makasih udah dateng Agam”
“Sama-sama, aku pamit ya”
Dhafin memberikan senyuman salam perpisahan buat Agam.
Mobil Gio sudah terparkir rapih di depan rumah berpagar hitam tinggi punya si pemilik rumah. Benar, Gio datang ke alamat rumah Devian yang Haikal kasih. Semoga Haikal benar-benar memberinya alamat rumah asli, bukan palsu untuk mengerjai dirinya.
Gio memencet tombol bel yang tampak berada di tembok samping pagar itu berdiri.
Tingnung....
Suara bunyi bel, memandu seseorang untuk pergi keluar melihat siapa tamu yang akan datang. Sama seperti yang dilakukan si pemilik rumah didepan Gio ini. Pintu gerbang hitam itu perlahan mulai terbuka. Menampakkan Devian yang masih dengan baju seragam bekas pulang sekolah tadi.
Melihat siapa yang datang, Devian sempat kaget dibuatnya. Tak menyangka tamu yang datang itu adalah Gio, partner olimpiade-nya.
“Lu tau darimana rumah gw?” Tanya Devian dengan ketus
“Haikal”
“Trus lu mau ngapain?”
“Nanya soal. Besok udah dibahas. Gw bingung mau nanya siapa”
“Kan udah gw bilang tanya tutor hadi, kenapa sampai kesini?”
Gio hanya diam. Enggan memberikan alasan mengapa dia memutuskan untuk datang ke rumah Devian, bukan bertanya kepada tutor mereka terlebih dahulu.
“Padahal tutor hadi sendiri yang bilang kalo bingung bisa tanya dia” Lanjut Devian, karna tak mendengar jawaban dari si lawan bicara.
“Awalnya mau nanya ke tutor hadi, tapi ga enak. Takut lu bilangin ke dia kalo gw ga mau diajarin sama lu”
“Gw ga bakalan se-childish itu kali”
“Iyaudah pokoknya gw mau minta maaf, gw ngaku salah. Jadi, ajarin gw ya? Please”
“Lu rese, tapi gw maafin. Mau nanya soal kan? Di dalem aja”
Gio pun menyetujui untuk masuk ke rumah Devian dan belajar dengannya. Walaupun hanya bermodal baju hitam lengan pendek ditambah celana jeans biru kesukannya, tanpa membawa peralatan tulis yang dibutuhkan untuk mengerjakan soal itu.
“Halo, lu dimana anjir” Ucap Adnan kepada lawan bicaranya di telepon.
“Bentar lagi otw, tungguin”
“Ya, gc gw tunggu di depan pintu auditorium”
“Oke”
Setelah terdengar suara tuttt—yang keluar dari handphone-nya, menandakan sang penerima telpon sudah memutuskan sambungannya.
Adnan berdiri di depan pintu auditorium—tempat dimana seminar itu diadakan. Banyak orang yang sudah lalu-lalang masuk ke dalam kecuali, dirinya. Alasannya, karna Elan.
Saat sedang asyik menunggu sambil menyaksikan orang yang lalu-lalang didepannya. Tanpa sengaja dia melihat seseorang pemuda dengan setelan casual yang menarik perhatiannya.
Siapa tuh. Cakep banget. Perasaan ga pernah liat dia disini deh. Anak baru kali ya? Tanya Adnan dalam hati
Mata Adnan terpaku kepadanya. Bola mata hitamnya mengikuti ke arah mana pemuda itu pergi.
Lahh, ngapain dia ke arah sini.
Pemuda itu semakin dekat. Tetapi, matanya masih terpaku kepadanya, diselingi lirikan ke arah lain, agar tidak terlalu ketauan jika Adnan sedang menatapnya.
“WOYY”
“ANJING” Teriak Adnan.
Tak disangka Pemuda itu sudah berada di sebelah Adnan sedang menatapnya kaget setelah mendengar Adnan mengumpat.
“Eh sorry sorry” Ucap Adnan kepada pemuda itu.
“Haha iya gapapa, duluan ya”
Pemuda itu pergi dengan sendirinya, meninggalkan Adnan dan Elan disana.
“Anjing lo lan” Ucapnya sambil berbalik ke arah Elan, teman yang dia tunggu-tunggu tujuh menit yang lalu.
Elan yang melihat itu hanya tertawa terbahak-bahak atas keberhasilannya mengerjai dan mempermalukan si Adnan.
“Lagi lu ngapain si, begong gitu”
“Siapa yang bengong si, orang gw lagi liatin orang. Ah lu bikin malu anjing”
“Siapa? Yg masuk tadi? Haha iya sih ganteng. Tapi ga pernah liat gw masa”
“Ya kan? Sama gw juga. Udah lah yok masuk, mau mulai”
Adnan dan Elan memasuki auditorium megah milik Dream High University yang memiliki tempat duduk dua tingkat mengitari se-isi ruangan layaknya di bioskop.
Mereka mengambil tempat duduk dibagian bawah, persis di depan pembicara seminar hari ini. Katanya Adnan, supaya terdengar jelas apa yang di bicarakan oleh si pembicara. Karna ini termasuk penilaian tugas merangkum dan mempelajari yang tidak bisa Adnan lewatkan. Kecuali ada yang mau memberinya contekan, sangat dipersilahkan. Tapi ini hanya untuk berjaga-jaga saja.
Jam 9 tepat, waktu seminar dimulai. Dibuka dengan sambutan dari Kepala dekan fakultas universitas tersebut. Lalu tibalah saatnya presentasi dari pembicara seminar—Mahasiswa tingkat akhir yang akan mempresentasikan tugas penelitian akhir (skripsi) yang dia kerjakan.
Terlihat seorang pemuda menaiki panggung yang disediakan khusus untuk pembicara seminar.
“Lah lan, liat dah. Cowok yang tadi anjir” Ucap Adnan antusias.
“Pantesan ga pernah liat. Emang bukan anak sini ternyata. Ganteng ya nan. Gebet gih”
“Pulang dari sini harus dapet nomernya sih. Namanya siapa ya”
“Nanti juga perkenalan, tungguin aja”
Dalam beberapa menit, pemuda itu masih sibuk mengotak-atik laptopnya dan menyiapkan proyektor untuk keperluan presentasinya. Setelah semua sudah siap, dia pun memulai presentasinya.
“Halo semuanya, selamat pagi untuk kalian semua. Kenalin aku Kevin Leonardo dari NEO University Fakultas MIPA Jurusan Biologi Murni yang kali ini berkesempatan untuk mempresentasikan hasil penelitian aku di Dream High University. Baik, bisa kita mulai ya”
“Ohh Kevin. Namanya aja ganteng. Pantes orangnya juga haha”
“Yeuu... bisaan lu aja itu mah” Cetus Elan.
“Judul dari penelitian aku, yaitu Aktivitas Antioksidan Vitamin C dan Vitamin E Pada Kadar SGOT dan SGPT Serum Darah Tikus Putih Yang Terpapar Allethrin「1」. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aktivitas antioksidan Vitamin C dan Vitamin E Pada kadar SGOT dan SGPT serum darah tikus putih yang terpapar allethrin”
“Panjang banget, itu apaan si” Ucap Adnan protes.
“Ga tau gw juga ga paham”
“Allethrin merupakan salah satu golongan pyrethroid sintesis yang banyak digunakan dalam bahan anti nyamuk. Pyrethroid menyebabkan penghambatan enzim mikrosom sel hati, berpotensi toksik dan menyebabkan peroksidasi lipid pada sel hati”
Walaupun, tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Kevin. Tapi, Adnan dan Elan tetap memperhatikan dengan seksama dan mencatat point penting dari penelitian ini di binder yang sudah mereka siapkan sebagai bahan ajar saat pulang nanti.
Waktu terus berjalan, tak terasa presentasi yang dipaparkan Kevin sudah selesai. Saatnya sesi tanya jawab dimulai.
“Oke, terimakasih yang sudah mendengarkan. Ada yang ingin ditanyakan?”
Ada sesi tanya jawab? Aha! Gw punya ide. Pikir Adnan
“Kak, mau bertanya” Teriak Adnan dari sisi pendengar.
“Iya silahkan”
“Seperti yang kakak bilang tadi, Vitamin C dan E merupakan antioksidan yang berperan sebagai pereduksi radikal bebas dan mencegah oksidasi peroksidasi asam lemak tidak jenuh. Pertanyaannya, berapa banyak Vitamin C-intaku dan Vitamin E-ffort yang dibutuhkan untuk mendapatkan nomer imess-mu? Terimakasih, mohon dijawab ya kak”
Elan yang mendengar hal itu hanya bengong tak percaya sama apa yang baru saja Adnan lakukan. Bahkan bukan hanya Elan saja yang bengong, se-isi auditorium itu pun tak percaya. Kevin sebagai yang ditanya pun sama kikuknya.
“Lu ngapain bego nan” Tanya Elan berbisik sambil memukul bahu kiri milik Adnan.
Adnan hanya tersenyum manis, tanpa merasa bersalah. Menurutnya memang ini tidak salah. Kapan lagi dapat kesempatan buat godain cowok ganteng kampus orang. Mungkin saja bisa kena cantol. Siapa yang tahu kan? Hehe
“Hahaha, untuk pertanyaan itu aku bakalan jawab di akhir sesi ya. Lanjut ada yang mau ditanyakan?”
“Oke kak, ditunggu” Jawab Adnan dengan sumringah
“Nan udah anjing ga usah dijawab, ga tau mau lu. Capek banget gw punya temen kaya gini”
“Nan, ayo pulang”
“Tar dulu ih, gw cari kak Kevin dulu. Itu katanya janji mau dijawab di akhir sesi. Tapi mana penipu anjir”
“Nan udah nan. Ga usah malu-maluin plis. Udah ayo pulang”
Dikarenakan omelan Elan yang tiada hentinya menyuruh Adnan untuk berhenti. Akhirnya Adnan cuma bisa pasrah mengikuti kemauan si galak Elan.
“Hei kamu”
Awalnya mereka mengacuhkan panggilan itu. Tapi dipikir-pikir hanya tersisa mereka berdua saja yang masih berada di dalam auditorium. Karna penasaran, Adnan membalikkan badannya ke arah sumber suara.
“Jadi mau minta nomer aku ga?” Lanjutnya
“Nan itu ditanya jangan bengong”
“Eh iya maaf kak, soalnya dari deket lebih ganteng hehe. Boleh tulis disini kak nomernya” Jawab Adnan sambil menyodorkan telepon genggamnya ke Kevin.
“Ini ya, makasih karna udah nanya tadi. Pertanyaan kamu lucu. Kapan-kapan ketemu lagi ya. Bye”
“Iya, Bye ganteng”
Plakkkk....
Satu tamparan keras melayang di bahu kanan Adnan.
“Eh iya, Bye kak kevin”
「1」Widyatmoko, Brillian Sonny. 2009. Aktivitas Antioksidan Vitamin C dan E Pada Kadar SGOT dan SGPT Serum Darah Tikus Putih Yang Terpapar Allethrin. Skripsi, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang.