Sunset, but we're not sunset
Suara gemuruh ombak, angin yang sibuk berhembus kesana-kemari dan sunset yang menemani mereka—Gio dan Devian di waktu sore menjelang malam di pantai indah milik pulau Bali. Duduk dibagian tengah pantai membuat mereka merasakan itu semua sambil memejamkan mata, menenangkan pikiran dan melepaskan beban sejenak. Memberitahu kalau saat ini dunia hanya milik dirimu seorang.
Tidak ada yang special dari kegiatan mereka dari pagi hingga sore menjelang malam. Mereka hanya menghabiskan waktu dengan memakan makanan khas Bali, melakukan diving, dan masih banyak lagi moment yang akan disimpan hanya untuk mereka berdua.
Walaupun sunyi kadang menyelimuti mereka, tapi dunia membuatnya seakan-akan mereka tidak sendiri. Makhluk hidup dan tak hidup ikut andil dalam membuat perjalanan mereka kali begitu sempurna. Begitu pun seseorang yang saat ini sedang bersama mereka.
“Gw mau cerita boleh ga?” Tanya Devian tiba-tiba ditengah kesunyian yang menimpa mereka.
“Boleh, cerita aja” Jawab Gio setuju
“When you told me if i'm tired or not. Yes i'm tired. You're right. Kaya semua hal yang gw lakuin disini itu sebenernya buat apa? Buat siapa? Dan kenapa pas gw udah bekerja setengah mati buat gapai itu. Kenapa mereka semua malah nurut lebih? Bukannya malah ngasih apresiasi? Seenggaknya bilang kalo gw udah melakukan yang terbaik. Ga bisa ya?”
Gio menoleh ke arah Devian. Terlihat di matanya memerah dan memunculkan sebutir air di ujung mata, sebelum hujan deras menyentuh pipinya.
“Mereka bahkan ngebuat gw takut buat main keluar, karna buang-buang waktu katanya. Gw jadi pendiam di kelas, ga punya temen cerita. Semua gw pendem sendiri. Bahkan mereka tuh ga pernah ada dan ga pernah mau tau. Kayaknya emang gw ga seharusnya ada disini haha” Lanjutnya sambil tertawa miris hampir menangis membqyangkan dirinya saat ini.
“Maaf ya, gw curhat se-deep ini”
“Need a hug? You can cry on me. Jangan ditahan, nanti tambah sakit. Lepasin aja”
“Boleh meluk bentar? Tutupin, mau nangis”
Tanpa menjawab, Gio membuka tangannya lebar-lebar. Sangat memperbolehkan Devian bersandar didirinya. Menampung air mata atas beban yang ditanggungnya. Devian memeluk Gio erat sambil menangis dengan derasnya. Baru kali ini Devian merasakan kehangatan dalam dirinya dan hidupnya.
“You always did a great job, jangan pernah nyerah. Okay? Harus janji” Penyemangat untuk Devian dari Gio
Devian mengangguk mendengar janji yang dibuat Gio kepadanya untuk jangan pernah menyerah. Devian merasa beruntung telah dipertemukan oleh Gio dari Olimpiade Fisikanya. Pertamanya memang sangat tidak sudi untuk bertegur sapa dengannya, tapi kali ini semuanya berbalik. Devian ingin Gio berada disisinya, seperti ini. Setiap saat. Semoga semesta memperbolehkan Devian untuk terus bersamanya.
Hari sudah mulai malam. Mereka masih tetap berada di lokasi yang sama. Tangisan Devian sudah lama terhenti. Hanya meninggalkan bekas sembab dimatanya.
“Pulang?” Tanya Gio
“Gw masih mau di Bali. Kalo lu mau pulang duluan gapapa. Nanti gw cari hotel deket sini”
“Gw temenin”